BI Rate 7,5%, Fokus Stabilkan Kurs Rupiah

BI RATE TETAP 7,50%. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa, 18 Agustus 2015, memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Dalam siaran persnya, BI mengklaim keputusan tersebut sejalan dengan upaya membawa inflasi menuju pada kisaran sasaran sebesar 4±1% di 2015 dan 2016.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, dalam siaran pers itu menjelaskan bahwa fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian perekonomian global, dengan mengoptimalkan operasi moneter baik di pasar uang Rupiah maupun pasar valuta asing.
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar, dan stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan perekonomian. Selain itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, serta melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global lebih lambat dari perkiraan semula, ditengah risiko di pasar keuangan global yang masih tinggi. Berikut ini penyebab perlambatan tersebut.
1. Perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Meskipun FOMC Juli 2015 sedikit lebih optimis terhadap perbaikan ekonomi, secara umum perekonomian AS pada 2015 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan I dan II 2015 yang relatif rendah terkait dengan masih lemahnya investasi non-residensial. 
2. Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu, perekonomian Eropa diperkirakan membaik, ditopang permintaan domestik yang menguat terkait dengan turunnya tingkat pengangguran. Selain itu, tekanan di Yunani juga mereda setelah diterimanya persyaratan umum dana bailout oleh parlemen negara tersebut. 
3. Perekonomian Tiongkok masih melemah di tengah tekanan pasar sahamnya yang terus berlanjut. Untuk mempertahankan daya saing produk ekspornya, Bank Sentral Tiongkok melakukan devaluasi Yuan dan merubah mekanisme penentuan nilai tukar Yuan menjadi lebih market-driven, yang juga memberikan dampak tambahan risiko tekanan nilai tukar kepada negara-negara mitra dagang Tiongkok, termasuk Indonesia. 
4. Perekonomian dunia yang secara umum diperkirakan melambat berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional. Di sisi lain, pasar keuangan global masih menghadapi risiko yang tinggi terkait dengan ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS dan kebijakan penyesuaian nilai tukar Yuan.

Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat pada triwulan II 2015, namun diperkirakan akan membaik pada triwulan III dan IV 2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2015 tercatat 4,67% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,72% (yoy). Perlambatan ini terutama didorong oleh melemahnya pertumbuhan investasi dan konsumsi pemerintah akibat penyerapan belanja pemerintah yang tidak secepat perkiraan, termasuk realisasi proyek infrastruktur, sejalan dengan reorganisasi beberapa kementerian/lembaga (penyesuaian nomenklatur).
Perilaku menunggu (wait and see) investor swasta juga mendorong pelemahan investasi bangunan. Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh terbatas seiring dengan pemulihan ekonomi global yang belum kuat dan harga komoditas yang masih menurun. Dari sisi spasial, perlambatan ekonomi terutama dialami oleh wilayah Sumatera dan Kalimantan, dengan beberapa propinsi berbasis SDA migas tumbuh negatif seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Aceh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Lengkap Perusahaan BUMN dan Jenis Kategori Usahanya (2019)

Trading Style: Scalping, ODT, Swing, atau Position

Mengapa Manusia Menciptakan Uang