Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mulai Bisnis Online di Masa Pandemi Covid-19, Website atau Marketplace?

PANDEMI Covid-19 bikin syok. Saya termasuk. Bukan saja kebiasaan dipaksa berubah, juga penghasilan menurun. Trading saham tak menentu karena fluktuasinya menjadi susah ditebak, sehingga harus menepi dulu membatasi risiko. Mau tak mau harus berpikir ekstra keras agar kebutuhan tetap tercukupi.

Salah satu ide yang terlintas adalah bisnis online. Sebagai karyawan yang pekerjaannya terkait industri kreatif, berjibaku dengan teknologi informasi setiap harinya, tergiur juga untuk mengasah kreatifitas dalam bisnis online.

Photo by Roberto Cortese on Unsplash
Jadi teringat seorang rekan kerja yang lima tahun lalu resign dan kini sukses menjalankan bisnis onlinenya, punya kantor sendiri dan sejumlah karyawan. 

Dorongan untuk memulai bisnis online itu kuat sekali sodara-sodara! Apalagi banyak webinar terkait bisnis online yang saya ikuti saat senggang dari rutinitas kerja di rumah (work from home).

Mengapa bisnis online?

Yuk kita lihat datanya. Pelan-pelan bacanya ya, ini laporan Badan Pusat Statistik bertajuk "Tinjauan Big Data terhadap Dampak Covid-19 2020". 

BPS menggunakan Big Data untuk melihat dampak wabah Covid-19 terhadap sejumlah aspek. Dalam tulisan ini saya menyoroti pada aspek pola dan minat belanja online masyarakat.

BPS mengambil sumber data dari informasi yang terdisplay untuk umum dari website marketplace di Indonesia. Data diambil pada periode Januari hingga April 2020.

Caranya dengan web scrapping menggunakan API (Application Programming Interfaces) dan Modul Python Scrapy dan Beautifulsoup.

Inilah datanya:
  1. Penjualan online di masa Covid-19 pada bulan Maret 3,2 kali penjualan di bulan Januari. Tertinggi pada kategori makanan dan minuman yang jumlahnya 5,7 kali penjualan Januari.
  2. Angka penjualan online di masa Covid-19 pada bulan April jumlahnya 4,8 kali lipat penjualan di bulan Januari. Kategori yang tertinggi masih sama, tapi angkanya meningkat menjadi 10,7 kali lipat dan yang terendah juga pada kategori sebagaimana bulan Maret di atas dengan jumlah yang meningkat pula menjadi 2,1 kali penjualan Januari.

Data penjualan di masa Covid-19. Sumber: BPS

Dalam laporan yang disajikan BPS ini memang terlihat ada lonjakan pada bulan Februari kemudian drop pada bulan Maret tapi grafiknya naik lagi. Pada bulan Februari 2020 terjadi lonjakan perdagangan e-commerce karena adanya diskon besar-besaran tanggal cantik (02-02-2020) dan Valentine (14-02-2020).

Data ini hanya e-commerce dalam artian marketplace raksasa yang menyediakan tempat jual beli, tidak mencakup bisnis online yang dikembangkan dalam website toko online atau jualan online lewat media sosial. Saya sudah coba riset datanya dan belum menemukan laporan tentang data bisnis online non marketplace.


Konkritnya Apa?

Data di atas menunjukkan ada yang bertumbuh di tengah banyaknya kabar bisnis gulung tikar. Ada yang tetap menangguk untung meskipun ramai diberitakan banyak karyawan dirumahkan bahkan di PHK.

Data penjualan per kategori. Sumber: BPS
Data kategori penjualan di atas bisa menjadi salah satu acuan. Kita lihat ada kategori dagangan yang naik tajam, tapi ada yang melandai. Artinya kita harus pintar-pintar memilih dan memilah mana yang potensial. Untuk soal ini bisa kita bahas di lain kesempatan.

Bagaimana melakukannya?
Salah satu yang wajib dimiliki untuk memulai bisnis online baik jual produk berupa barang ataupun menawarkan jasa keahlian ya mendisplay, memamerkan, menawarkannya ke calon pelanggan. Untuk bisa mendisplay di ranah digital ya harus memiliki ruang display. Kita perlu belajar digital marketing agar sukses bisnis online.

Ruang ini bisa disediakan media sosial, bikin website sendiri, atau bergabung sebagai penjual di marketplace. Jangan salah ya, sekarang ada marketplace jasa buat kamu yang pengin jualan keahlian.

Jualan di media sosial atau marketplace ada plus minusnya. Satu sisi relatif mudah, tinggal mendaftar dan mendisplay produk yang kita tawarkan. Namun kita tak punya kontrol sepenuhnya. Di media sosial maupun marketplace ada banyak pesaing yang mungkin menawarkan produk sama tapi harganya lebih rendah dan dalam pencarian biasanya bersanding. Orang kan biasanya searching kata kunci dan keluar mungkin produk kita, tapi kan muncul juga yang terkait dengan kata kunci itu produk pesaingnya.

Selain itu ada risiko kena banned. Banyak lho cerita-cerita penjual kena banned marketplace padahal secara asset digital sudah sangat tinggi karena banyak follower dan sudah dikenal pelanggan sehingga sering bolak-balik transaksi di sana.

Saya tidak punya pengalaman kena banned marketplace. Saya punya akun di beberap marketplace dan sejauh ini aman-aman saja. Pengalaman pahit yang saya punya adalah salah satu akun sosial media kena suspended padahal followernya dah di atas 25 ribu.

Melihat risiko di atas, membuat toko online sendiri bisa dipertimbangkan mengingat sekarang banyak hosting murah. Bukan hanya toko online yang perlu website sendiri, kalau jualan jasa kita bisa memasang portofolio di website itu. 

Dengan memiliki website sendiri niscaya peluang untuk membangun brand lebih mantap karena hati tenang tak takut kena banned atau suspended. Ibaratnya kalau punya website sendiri itu punya rumah atau bangunan, kalau di marketplace ya ngontrak atau kost.

Di sini saya tidak mempertentangkan marketplace vs website. Akan lebih baik kalau bisa menyinergikan keduanya. Website sebagai rumah kita kemudian punya toko di mall dari marketplace akan lebih baik bukan?

Hanya saja ingat waktu memperpanjang hosting dan domain jangan sampai terlewat.

Posting Komentar untuk "Mulai Bisnis Online di Masa Pandemi Covid-19, Website atau Marketplace?"